Subscribe:

Labels

Saturday, October 02, 2010

Berpikir Terbalik

Manusia memiliki akal, suatu kenikmatan yang sangat istimewa yang diberikan oleh Allah SWT, Sang Pencipta. Sesuatu yang tidak dimiliki oleh makhluk ciptaan-Nya yang lain. Hanya manusia yang tercipta dari segumpal tanah yang hina dan darah yang suci dengan segala kehormatan diberikan akal pikiran. Bersyukurlah! Bersyukur memiliki akal dari sesuatu yang diistimewakan dan hanya untuk makhluk yang istimewa. Bersyukur menjadi manusia yang hidup di dunia yang nyata. Bersyukur karena hidup dengan akal sebagai seorang manusia.
Akal, menumbuhkan pemikiran dari pikiran yang dipikirkan, melahirkan perasaan yang memiliki rasa yang bermacam-macam, membentuk pola pikir yang yang terstruktur rapi dalam berjuta sel-sel buah pikiran. Akal, bagai ruang kosong dikue donat yang siap dimakan (digunakan) dari berbagai sisi, siap ditaburi berbagai pola pikiran dari kehidupan, tak terasa nyata namun memiliki ruang sebagai pertanda keistimewaan, enak apabila digunakan (dimakan) dengan baik dan penuh perasaan, hampa apabila melihat besarnya ruang kosong yang tidak dimaksimalkan, mudah terpengaruh, mudah dibuat, mudah dirasa, memiliki ciri khas yang berbeda dimana tempatnya berada.

Akal, membawa seorang penulis rendahan ini ingin menulisnya, membuat manusia yang hina ini berpikir mendalam ingin memaksimalkan kemampuannya, mengatur pola pikir anak kampung ini untuk terus bertanya menggunakan kemampuan istimewanya. 


Aku, bahasa yang mungkin tidak sopan untuk aku tuliskan, namun seolah tak ada yang cocok untuk menggantikannya. Ingin aku ganti dengan ulun, tetapi terlihat aku terlalu etnis banget, banjarnis abis. Ingin aku ganti dengan saya, cukup cocok untuk ditulis namun kurang bermakna dan alay banget. Ingin aku tulis ana, namun terlihat aku sangat agamamis sekali seolah aku sopan sekali dan tanpa dosa. Mungkin banyak kata atau istilah untuk mengungkapkan aku tapi tetaplah aku gunakan aku dalam kataku tanpa ada ras kesombongan dalam diriku, hanya ingin mencocokkan tulisanku dan menunjukkan sifat keterbukaanku.

Dari sini mulailai aku mencoba berpikir terbalik, menggunakan akal ku, berpikir yang sebenarnya hanya ingin memandang sesuatu dari sudut pandang yang lain, terpengaruh filsafat yang memerlukan pemikiran yang mendalam yang bermuara pada kebingungan. Sudah sepantasnya lah aku memohon maaf terlebih dahulu apabila nantinya pemikiranku tidak sependapat dengan pemikiran anda sekalian, karena mungkin sudut pandang yang kita gunakan berbeda. 

Berpikir terbalik, melihat dari sudut pandang yang berbeda tentang akal. Betapa bersyukurnya dan sudah sepantasnyalah bersyukur manusia yang diberikan akal, betapa banyak manusia di dunia ini yang tidak diberikan akal yang baik (dalam anggapan secara umum), diberikan akal secara optimal dapat digunakan, diberikan akal yang sehat tanpa kerusakan. 

Akal ku yang memiliki pola pikir yang telah dipengaruhi oleh agama, budaya, dan lingkunganku mengatakan betapa enaknya memiliki akal tersebut. Dalam agama ku orang yang berakal menjadi salah satu syarat dalam berbagai ibadah, contohnya sholat, zakat, puasa, dan lain-lain. Orang yang berakal, merupakan seseorang yang diberikan kewajiban, tanggung jawab, perintah, dan kehidupan untuk menggunakan akalnya dengan baik sehingga nantinya juga dimintai pertanggung jawabannya. Orang yang berakal harus melaksanakan segala kewajiban, tanggung jawab, perintah dan kehidupan tersebut sesuai dengan aturan yang telah diatur. Orang yang berakal seolah-olah menjadi orang yang diatur yang sebenarnya tidak suka diatur dan mau mengatur. Orang yang berakal harus menanggung semua beban yang diberikan karena keistimewaan akal yang diberikan kepadanya, menanggung segala aturan yang telah diatur yang didalamnya terkandung dosa dan pahala sebagai ukurannya. 

Aku pun berpikir, betapa enaknya orang yang tak berakal sehat, tidak repot-repot berpikir, menanggung kewajiban dan aturan. Orang yang berakal tidak memenuhi syarat sebagai orang yang harus melaksanakan semua aturan. Dia menjadi orang yang bebas, menjadi orang yang bisa berbuat semaunya, orang yang tidak diatur. Dia menjadi orang hidup yang tidak dipedulikan namun tidak mempedulikan apapun. Dia tidak dikenai dosa dan pahala. Dia menjadi orang yang seolah-olah menumpang hidup atau lewat di dunia orang-orang yang berakal.  Itulah AKAL.

Berpikir terbalik, melihat dari sudut pandang yang berbeda tentang agamaku. Aku yang tidak sopan saat mendalami filsafat, yang mungkin kata banyak orang diluar sana merupakan pemikiran yang sesat. Berpikir bahwa agamaku agama yang yang tidak menjunjung kebebasan dalam beragama. Agamaku di dalam kitabnya sudah menjelaskan dengan sejelas-jelasnya bahwa tidak ada agama lain selain agama ini, ini adalah agama yang terakhir. Hal tersebut aku tafsirkan menjadi suatu kekangan yang tidak menjunjung kebebasan yang sehingga memang diagamaku tidak mengenal adanya aliran yang menjadi agama. Hal ini berbanding terbalik dengan agama lain yang tidak secara langsung memiliki aturan seperti itu tentang  pengakuan agama terakhir, sehingga banyak sekali aliran dalam agamanya tersebut yang akhirnya menjadi agama yang mandiri.

Berpikir terbalik, melihat dari sudut pandang yang berbeda tentang para pemuka agama ku yang terlalu kolot. Sering sekali aku berpikir tentang beberapa hal yang menurutku para pemuka agamaku kurang terbuka, kurang tepat dalam penafsirkan, dan terlalu kuno. Mengenai cara dakwah agama yang menurutku terlalu monoton, sulit dimengerti, tidak terbuka dan tidak sesuai keadaan atau zaman. Misalnya dalam contoh keterbukaan beragama, seharusnya agamaku yang sempurna ini tidak boleh malu-malu untuk mengakui keberagamaannya terutama dalam mengucapkan selamat sejahtera kepada orang yang bergama lain, seharunya ditunjukkan bahwa agama kita ialah agama yang rahmat bagi seluruh alam, agama yang menjunjung keterbukaan yang beradap, agama yang suka bersilaturrahmi, agama yang cinta damai, namun sebaliknya para pemuka agama kita banyak yang melarang agar jangan mengucapkan selamat kepada orang yang beragama lain. Hal tersebut malah menjadi boomerang buat kita, agama lain malah menganjurkan pemeluknya untuk mengucapkan selamat kepada orang-orang dalam agamaku, seolah-olah ingin menunjukkan merekalah yang lebih menerapkan anjuran dalam kitab suci kami. Miris rasanya. 

Selanjutnya mengenai cara berbusana dan berpakaian, seharusnya para pemuka agamaku tidak usah malu untuk menjadikan busana khas agama menjadi trand anak muda masa kini, jangan sampai trand berpakaian agama lain menjadi trand yang digemari generasi muda agamaku. Seharusnya dihimbau kepada umat agar menguasai trand dunia, jangan malah menghimbau untuk menjauhi trand masa kini yang kemudian dicap sebagai trand setan atau sebagainya. Jangan menjadi catur tetapi jadilah yang memainkan catur. 

Kemudian mengenai masalah struktur khilafah, seharusnya para pemuka agamaku memang mencalonkan diri sebagai orang-orang penting di pemerintahan. Jangan malu dan jangan takut ditinggalkan umat. Khilafah memang harus ditegakkan di negeri ini dan sudah sebaliknya umat pun mengerti akan hal itu dan jangan beranggapan pemuka agama itu hanya tahu tentang agama saja, tapi juga harus mengerti masalah bangsa. Yang diatur pemuka agama ialah umat yang berbangsa oleh karena itu harus peduli dengan nasib bangsa ini.

Kemudian untuk masalah bahasa dakwah, pemuka agamaku di Indonesia ini terlihat sekali kurang memperhatikan masalah ini, hanya menjadikan bahasa kitabku sebagai bahasa utama, seharusnya bahasa dunia dan bahasa luar lainnya juga harus dikuasai sehingga bisa bersaing dengan pemuka agama lain dalam keluasan berpikir.

Itulah beberapa pemikiran ku yang terbalik. Pro dan kontra sudah menjadi hakekat keberadaan dalam berpendapat. Berpikir mendalam untuk mempertanyakan pemahaman dan kejelasan yang tak pasti, bukan untuk sombonk dan menyesati. Berpikir dari sudut pandang yang kadang kita tidak boleh memikirkannya sampai begitu menjadikan kita banyak belajar bahwa pemikiran itu luas dan akal itu tak terhingga keistimewaannya.

Sebelum mengakhiri tulisan ini, aku ingin mengakui bahwa agama yang aku sebut dalam tulisan ini ialah Islam. Agama yang aku peluk dan aku banggakan ialah Islam. Agama nenek moyangku yang menjadi agama ku dan anak cucuku ialah Islam. Hidup dan matiku hanya untuk Islam. Kritik keras yang aku tujukan langsung dalam tulisanku tentang agamaku, Islam, ialah sebagai bahan renungan, pelajaran, dan motivasi untuk kemajuan agamaku kedepannya. Aku akui bahwa tulisan ini banyak mengandung kehilafan dari pemikiran yang terpengaruh oleh filsafat luar yang terbuka. Namun itu semua keinginan yang ingin disampaikan sebagai salah satu umat Islam yang ingin berpikir terbuka dalam beragama.

Kata maaf telah aku tujukan, aku kembalikan semuanya kepada yang Haq, Allah SWT. Berpikir mendalam dan mempertanyakan itu tidak dilarang selama tidak mengubah aqidah. Manusia dapat menggunakan potensi akal yang diberikan dengan dibimbing nilai-nilai agama yang menjadi batasan. 

Aku bangga sebagai orang Islam. Aku bersyukur memiliki akal ini. Aku bahagia menulis ini. Aku berterima kasih atas kritik dan saran dari para pembaca blog ku ini. Wassalamu'alaikum Wr.Wb.

0 comment:

Post a Comment

Harap tinggalkan komentar yang konstruktif sehingga menambah pengalaman dan pengetahuan, dan jangan sampai bersifat sara, terima kasih.