Subscribe:

Labels

Tuesday, October 26, 2010

Kebingungan

Hujan, di kegelapan mendung yang membasahi bumi. Aku tertegun sendiri meratapi nasib ini. Awan bergelombang bergerak lambat melambaikan kegigihannya mengeluarkan anugerah yang dititipkan sang pencipta, hujan. Aku merenung melihat diriku yang sungguh tak berarti ini, terlalu berpikir mendalam tentang diri ini namun melahirkan pesimistis dan kehampaan di dunia. Entah bagaimana aku berpikir, bergerak, bertingkah laku, semuanya memang sudah tersuratkan, kalau aku akan begini. Tetap bersyukur itulah harapan yang dapat aku harapkan dari diriku.
Ratapan seorang anak diguyuran hujan yang lebat bagaikan sebatang kara menghadapi kehidupan yang keras dan penuh kenyataan ini. Itulah aku saat ini, sendiri, seakan ingin pergi sejauh-jauhnya meninggalkan semua kehidupanku ini, ingin pergi mengembara entah kemana, sehingga tubuh dan diri ini tak akan pernah diingat oleh manusia  di sekitarnya akan keberadaannya.

Hilang tanpa arah, berpikir tanpa tujuan yang jelas, jalan yang penuh liku dan tanpa ujung, itulah pemikiran yang sekarang aku pikirkan. Kebingungan akan masa depan yang tidak jelas dan seharusnya tidak usah aku khawatirkan, namun seolah beban tersebut menjadi tuntutan hidupku yang harus aku penuhi dengan segera.
Aku bagaikan seorang anak yang sedang berjalan dikegelapan yang dalam, tanpa ada penerangan, tanpa membawa persediaan. Sebenarnya itu adalah pikiran burukku, pikiran gundahku, pikiran kebingunganku di tengah kenyataan hidup yang harus aku jalani saat ini. Pesimistis, begitukah aku sekarang, setelah merasa kehilangan separuh jiwaku 3 tahun yang lalu, kehilangan seseorang nahkoda kapal layar di tengah lautan yang luas dan penuh rintangan, kehilangan sosok contoh abadi yang tak akan pernah tergantikan, kehilangan teladan yang selalu dibanggakan, kehilangan seorang ayah yang sangat dicintai.
Hikmah, kata tersebutlah yang dapat aku petik dari kehianganku. Saat aku berpikir akan hikmah yang aku rasakan sekarangan, akau merasa tuntutan hidupku harus juga aku penuhi dengan segera. Keinginan untuk memberikan apa yang aku bisa dengan cepat. Menjadikan diriku lebih bermanfaat. Menjadikan diriku dianggap menjadi anak yang sudah sesuai dengan yang dikehendaki oleh seseorang Pembina yang telah membinaku. Menjadi seorang yang tidak bisa bekerja keras namun hanya memiliki keahliaan memegang pena dan menulis apa adanya. Ingin cepat kutuangkan semuanya kedalam sebuah tengku pengabdian sepanjang hidup.
Menjadi orang yang berguna, bermanfaat bagi sesama, dan membahagiakan keluargaku. Begitulah pikiran kerasku yang sangat membebani hidupku. Seolah beban tersebut ingin menyebutku “ kau gagal untuk sementara”. Gagal oleh waktu yang terlalu mendesakku, gagal karena tingkahku yang tidak konsisten, gagal akan perlakuanku sendiri.
Begitulah ratapan seorang anak yang sedang dilanda kegalauan di tengah guyuran hujan. Bermimpi untuk meraih seluruh mimpi yang telah dimimpikan. Namun semua itu hanyalah masa depan, hanyalah kisah yang mungkin akan atau tidak terbuktikan oleh waktu nantinya.

0 comment:

Post a Comment

Harap tinggalkan komentar yang konstruktif sehingga menambah pengalaman dan pengetahuan, dan jangan sampai bersifat sara, terima kasih.